MACAM-MACAM LANDASAN PENDIDIKAN
09.55.00
LANDASAN FILOSIFIS PENDIDIKAN
Didalam khasanah teori pendidikan terdapat berbagai aliran filsafat pendidikan antara lain Idelisme, Realisme, Pragmatisme, Scholatisme, konstruksivisme, dll. Namun demikian kita mempunyai filsafat pendidikan nasional tersendiri, yaitu Pancasila.
1. Idealisme dan Realisme
a. Konsep Filsafat Umum Idealisme
Para filsuf Idealisme mengklaim bahwa hakikat realitas bersifat spiritual. Hal ini sebagaimana dikemukakan Plato, bahwa dunia yang kita lihat, kita sentuh dan kita alami melalui indera bukanlah dunia yang sesungguhnya, melainkan suatu dunia bayangan (a copy world).
b. Implikasi terhadap Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk membantu perkembangan pikiran dan diri pribadi (self) siswa. Sebab itu, sekolah hendaknya menekankan aktifitas-aktifitas intelektual, pertimbangan-pertimbangan moral, pertimbangan-pertimbangan estetis, realisasi diri, kebebasan, tanggungjawab, dan pengendalian diri demi mencapai perkembangan pikiran dan diri pribadi (Callahan and Clark, 1983). Dengan kata lain pendidikan bertujuan untuk membantu pengembangan karakter serta mengembangkan bakat manusia dan kebajikan social” (Edward J.Power, 1982).
2. Realisme
a. Konsep Filsafat Umum
Jika filsuf Idealisme menekankan pikiran, jiwa/spirit/roh sebagai hakikat realitas, sebaliknya para filssuf Realisme bahwa dunia terbuat dari sesuatu yang nyata, substansial dan material yang hadir dengan sendirinya (entity).
b. Implikasi terhada Pendidikan
Tujuan pendidikan. Pendidikan bertujuan agar para siswa dapat bertahan hidup di dunia yang bersifat alamiah, memperoleh keamanan dan hidup bahagia.
LANDASAN PSIKOLOGIS PENDIDIKAN
Keberhasilan pendidik dalam berbagai peranannya antara lain akan dipengaruhi oleh pemahamannya tentang perkembangan peserta didik, serta kemampuan mengaplikasikannya dalam praktek pendidikan. Pernyataan ini mengacu kepada asumsi bahwa :
1) Peranan pendidik adalah membantu peserta didik untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan sesuai dengan tahap perkembangannya.
2) Tahap perkembangan peserta didik mengimplikasikan kemampuan dan kesiapan belajarnya.
3) Keberhasilan peserta didik menyelesaikan tugas-tugas perkembangan pada tahapnya akan mempengaruhi keberhasilan penyelesaian tugas-tugas perkembangan pada tahap perkembangan selanjutnya.
4) Pendidikan yang dilaksanakan menyimpang dari tahapan dan tugas-tugas perkembangan peserta didik memungkinkan akibat negative bagi perkembangan peserta didik selanjutnya.
LANDASAN SOSIOLOGIS DAN ANTROPOLOGIS PENDIDIKAN
A. Individu, Masyarakat, dan Kebuayaan
Individu adalah manusia perseorangan sebagai kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki perbedaan dengan yang lainnya sehingga bersifat unik, serta bebas mengambil keputusan atau tindakan lainnya sehingga bersifat unik, serta bebas mengambil keputusan atau tindakan atas pilihan dan tanggung jawabnya. (otonom). Adapun masyarakat didefinisikan oleh Ralp Linton sebagai ‘setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menggangp diri mereka sebagai satu kesatuan social dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas”.
Dari dua definisi tersebut, dapat diidentifikasi adanya empat unsure di dalam masyarakat yaitu :
1) Manusia (individu-individu) yang hidup bersama
2) Melakukan mempunyai social dalam waktu yang cukup lama
3) Mereka mempunyai kesadaran sebagai satu kesatuan
4) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan, sehingga setiap individu di dalamnya merasa terikat satu dengan yang lainnya.
B. Pendidikan Sosial dan Enkulturasi
Sebagaimana kita maklumi, manusia berbeda dengan hewan yang seluruh perilakunya dikendalikan oleh naluri yang diperoleh sejak kelahirannya. Saat kelahirannya, manusia dalam keadaan tak berdaya, karena naluri yang dibawa ketika kelahirannya relative tidak lengkap. Ia belum memiliki sistem nilai, norma, pengetahuan, adat kebiasaan, serta belum mengetahui dan belum dapat menggunakan dengan tepat berbagai benda sebagai hasil karya masyarakatnya. Anak manusia harus belajar dalam waktu yang relative lebih panjang untuk mampu melaksanakan berbagai peranan sesuai statusnya dan sesuai kebudayaan masyarakatnya.
C. Pendidikan sebagai Pranata Sosial
Pranata Sosial. Theodorson G.A mendefinisikan pranata social sebagai ‘an interrelated system of social roles and norms organized about the satisfaction of an important social need or function” (Sudardja Adiwikarta, 1998). Pranata social adalah suatu sistem peran dan norma social yang saling berhubungan dan terorganisasi disekitar pemenuhan kebutuhan atau fungsi social yang penting.
Pendidikan Formal (Sekola). Pendidikan formal adalah pendidikan yang terstrukutr dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. (Pasal 1 ayat 11 UU RI No. 20 Tahun 2003).
Fungsi pendidikan Sekolah. Pendidikan sekolah dapat dikemukakan fungsi-fungsi sebagai berikut>
1) Fungsi transmisi kebudayaan masayarakat
2) Fungsi sosialisasi (memilih dan mengajarkan peranan social)
3) Fungsi integrasi social
4) Fungsi mengembangkan kepribadian individu/anak
5) Fungsi mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan
6) Fungsi inovasi/men-transformasi masyarakat dan kebudayaan
Pendidikan Informal yaitu pendidikan yang berlangsung/terselenggara secara wajar atau secara alamiah di dalam lingkungan hidup sehari-hari. Pendidikan informal antara lain berlangsung di dalam keluarga, pergaulan anak.
- Definisi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (pasal 1 ayat (12) UU RI No. 20 Tahun 2003).
- Fungsi. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional.
- Lingkup. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaran, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
- Satuan Pendidikan. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN
Pengaruh bangsa Portugsi dalam bidang pendidikan utamanya berkenan dengan penyebaran agam Katholik. Demi kepentingan tersebut, tahun 1536 mereka mendirikan sekolah (Seminarie) di Ternate, selain itu didirikan pula di Solor. Kurikulum pendidikannya berisi pendidikan agama Katholik, ditambah pelajaran membaca menulis dan berhitung.
Pendidikan oleh kaum pergerakan Kebangsaan (pergerakan Nasional) sebagai Sarana Perjuangan Kemerdekaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Nasional.
Bagi bangsa Indonesia berbagai kondisi yang sangat merugikan akibat kebijakan dan praktek-praktek penjajahan telah menimbulkan rasa senasib sepenanggungan sebagai bangsa yang dijajah sehingga muncul rasa kebangsaan/nasionalisme.
Sejak Kebangkitan Nasional (1908) sifat perjuangan rakyat Indonesia dilakukan melalui berbagai partai dan organisasi, baik melalui jalur politik praktis, jalur ekonomi, social budaya, dan khususnya melalui jalur pendidikan. Sifat perjuangan bangsa kita saat itu tidak lagi hanya menitik beratkan pada perjuangan fisik. Mengingat cirri-ciri pendidikan yang diselenggarakan pemerintah Kolonial Belanda yang tidak memungkinkan bangsa Indonesia untuk menjadi cerdas, bebas, bersatu, dan merdeka, maka kaum pergerakan semakin menyadari bahwa pendidikan yang bersifat nasional harus segera dimasukan ke dalam program perjuangannya.
Implikasi kekuasaan pemerintahan pendudukan militer Jepang dalam bidang pendidikan di Indonesia yaitu :
1) Tujuan dan isi pendidikan diarahkan demi kepentingan perang Asia Timur Raya.
2) Hilangnya Sistem Dualisme dalam pendidikan. Sistem pendidikan yang bersifat dualistis membedakan dua jenis sekolah untuk anak-anak bangsa Belanda dan anak-anak Bumi Putera dihapuskan pada zaman Jepang. Sekolah Desa masih tetap ada dan namanya diganti menjadi Sekolah Pertama. Susunan jenjenag sekolah menjadi :
a) Sekolah Rakyat 6 tahun (termasuk sekolah pertama).
b) Sekolah Menengah 3 tahun
c) Sekolah Menengah Tinggi 3 tahun
d) Perguruan Tinggi
3) Sistem Pendidikan menjadi lebih merakyat (populis)
Tujuan pendidikan Nasional. Sesuai dengan Tap MPRS No. XXVI/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan dan Kebudayaan, maka dirumuskan bahwa Tujuan Pendidikan adalah untuk membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan Pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945. Selanjutnya dalam UU No. 2 Tahun 1989 ditegaskan lagi bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN
Apabila Anda mengkaji alinea keempat Pembukaan UUD 1945, disana tersurat dan tersirat cita-cita nasional dibidang pendidikan, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehubungan dengan ini, Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 mengamanatkan atar ‘Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Strategi Pembangunan Pendidikan Nasional meliputi :
1. Pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia
2. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi
3. Prose pembelajaran yang mendidik dan dialogis
4. Evaluasi, akreditas, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan
5. Peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan
6. Penyediaan sarana belajar yang mendidik
7. Pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan
8. Penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata
9. Pelaksanaan wajib belajar
10. Pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan
11. Pemberdayaan peran masyarakat
12. Pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat, dan
13. Pelaksanaan pengawsan dalam sistem pendidikan nasional
0 komentar